KOMUNISME LIBERTARIAN

KOMUNISME LIBERTARIAN

(vers un communisme libertaire)

mardi 10 février 2004

Dari semua buku yang aku baca, di tahun 1930, diatas kapal yang membawaku ke Indocina, buku yang berderet dari Marx hingga Proudhon, Georges Sorel, hingga Hubert Lagardelle, Fernand Pelloutier, Lenin dan Trotsky, buku-buku karya Marx-lah yang tanpa diragukan menghasilkan dampak paling besar pada diriku. Buku-buku ini membuka mataku, menyingkap misteri nilai-lebih sistem kapitalis, mengajariku tentang dialektika dan materialisme historis. Sejak saat itu, aku memasuki gerakan revolusioner, membuang kelaut semua pemikiran borjuisku. Aku sejak dari awal, secara insting anti-Stalinis; pada saat itu aku seorang sosialis kiri yang mengambil pendirian disekitar Marceau Pivert dan seorang sindikalis revolusioner dibawah pengaruh Pierre Monatte. Dikemudian hari, tulisan-tulisan Bakunin, dalam enam-volume edisi terbitan Max Nettlau/James Guillaume, jadi semacam operasi katarak yang kedua bagi diriku. Tulisan-tulisan ini meninggalkan bekas selamanya dalam diriku yang menjadi alergi dengan setiap versi sosialisme yang otoriter, apakah mereka menyebut diri Jacobin, Marxis atau Trotskyis.

Adalah dibawah kegemparan yang dilakukan pada diriku oleh tulisan-tulisan ini (Bakunin) yang menuntun aku secara mendasar mengubah penghargaanku terhadap strategi revolusioner yang dikembangkan Lenin, mengkaji ulang (pandanganku sendiri) akan idolaku ini dan meneruskannya dengan sebuah kritik mendalam terhadap konsepsi otoriter tertentu dari pemimpin Bolshevik tersebut. Aku menyimpulkan, dari perdebatan internal, bahwa sosialisme mesti membersihkan diri dari gagasan kediktatoran proletariat yang melelahkan, agar dapat mengembalikan sifat pembebasannya yang otentik.

Luxembourg vs Lenin

Inilah yang menuntunku, dalam kerja kesejarahan atas Revolusi Perancis, mengganti semua paksaan revolusioner dengan kata kediktatoran. Menyusul langkah ini, aku memberi perhatian lebih pada proses pengimbangan yang sangat cepat yang dilakukan Rosa Luxembourg terhadap pendirian Lenin yang ultra-sentralis dan karakter dari birokratik subtitusionisnya yang kering. Lebih lanjut lagi, di tahun 1971, aku memperdalam analisis tentang Luxembourgisme dan berusaha mencoba menekankan hubungannya yang relatif dengan spontanitas libertarian.

Masa ketika aku menemukan tulisan Bakunin dan membaca ulang Rosa adalah, dalam masa perjuangan kelas, pada waktu revolusi Hongaria dan penindasannya yang kejam oleh tank-tank Rusia. Aku merasa, sejauh kepedulianku, kurang tertarik dengan liku-liku perjuangan (revolusi Hongaria) untuk pembebasannya dari cengkeraman Moscow. Pada waktu itu informasi mengenai Hongaria dibebani terus menerus oleh, dibandingkan dengan (informasi mengenai) dewan pekerja yang berkemb ang sesaat di Hongaria, ambiguitas yang menjengkelkan.

Anarkisme

Libertarianisme yang kualami melewati fase-fase yang berurutan sebagai berikut: pada mulanya apa yang aku sebut sebagai anarkisme klasik , yang menemukan muara ekpresinya dalam karya Youth of Libertarian Socialism (1959), kemudian Anarchism, from Theory to Practice (1965) dan, secara bersamaan, Neither God nor Master; Anthology of Anarchism, dimana disamping Bakunin, terdapat ruang untuk menulis tentang Stirner, Proudhon, Kropotkin, Malatesta dan banyak yang lain.

Kemudian bergerak sedikit dari anarkisme klasik, dan tak meninggalkan walau sejenak studi-studi marxianku, aku mempublikasikan For a Libertarian Marxism (1969), yang dari judulnya, aku yakin, membingungkan dan mengangetkan beberapa kawan baruku dikalangan libertarian. Kemudian, beberapa waktu sebelum gelombang demostrasi revolusioner Mei 68 pecah, yang didalamnya aku terlibat sangat dalam, aku bergabung kembali dengan Libertarian Communist Movement (MCL disekitar Georges Fontenis (yang berpaling dari pandangannya yang otoritarian). Setelah itu aku bergabung bersama Libertarian Communist Organisation (OCL), dalam bentuk pertama dan yang kedua, dan kemudian hingga sekarang, Union of Libertarian Communist Workers (UTCL).

Sosialisme Libertarian

Selama seperempat abad, aku mengikatkan diriku, dan masih tetap, bersama sosialisme atau komunisme libertarian (kata anarkis menurut pandanganku terlalu membatasi dan aku tak mau menggunakannya kecuali jika ia digabungkan dengan kata komunis). Komu nisme libertarian berbeda, walau ia bisa digabungkan dengan, utopia yang dipropagandakan oleh mazhab Kropotkin, bisa mengantisipasi era keberlimpahan. Secara khusus, Komunisme Libertarian, sebagaimana aku memahaminya, adalah suatu kombinasi dari hal-hal yang terbaik dari anarkisme dan pemikiran Karl Marx. Aku mencoba membebaskannya – elemen yang berlainan ini dari kekusutan-kekusutan dalam pamplet yang berjudul Anarchism and Marxism yang dimasukkan kedalam edisi kedua dari buku kecil yang kutulis berjudul Anarchism (1981).

Dalam masa senja kehidupanku, aku tentu saja tak mengklaim telah meramalkan, kecuali dalam garis -garis yang sangat lebar, kritalisasi yang pasti dari sebuah sintesa yang tak tenang dan informal. H.E., Kaminski, dalam biografinya mengenai Bakunin, berpikir bahwa itu sesuatu yang perlu dan tak terelakkan, hal tersebut lebih tergantung pada masa depan untuk mengolahnya

dibandingkan saat ini. Ia harus muncul dari badai sosial yang baru yang akan muncul, dan yang tak seorangpun pada saat ini dapat menepuk dadanya bahwa merekalah yang membawanya.

Bukan Sebuah Dogma

Aku berharap aku telah, sepanjang keterlibatan militan, menjadi seorang teoritisi dan sejarawan yang memberi manfaat. Menurut pandanganku terlalu sombong untuk mengumumkan, diantara hal-hal yang lain, aspek-aspek mana dari anarkisme dan pemikiran Marx yang tersebar itu, yang tidak dapat dipertemukan. Komunisme Libertarian masih hanya perkiraan, dan bukan dogma dari kebenaran yang absolut.

Ia sama sekali tak dapat, menurutku, menjelaskan dirinya diatas kertas. Ia tak akan menjadi sebuah rasionalisasi dari masa yang telah lalu, tetapi tempat berkumpul bagi masa depan. Keyakinan utama yang menggelorakanku ialah bahwa revolusi sosial di masa depan tidak akan menjadi despotisme yang ada kaitannya dengan Moscow; tidak juga sosial-demokrasi yang loyo; bahwa ia tidak akan menjadi revolusi yang bersifat otoriter tetapi libertarian dan dikelola-mandiri, atau jika anda suka, bersifat councillis (berbasiskan komite-komite pekerja/rakyat yang otonom — penj).

Publié dans Affinitas #1